Pesona Bintang
MALAM hari memang waktu untuk melepas kepenatan dan kelelahan setelah seharian melakukan aktivitas. Sebagian orang mengisi waktu malamnya dengan berkumpul bersama keluarganya. Apalagi bagi mereka yang memang setiap harinya mencari rezeki dari pagi hari hingga sore hari, maka malam hari merupakan waktu luang yang penting untuk dihabiskan bersama keluarga dan orang-orang yang disayanginya.
Lain halnya denganku. Selesai salat Isya, aku membaringkan tubuh ke kasur. Terlentang tanpa bantal yang biasanya menjadi alas kepala. Akupun menghela nafas. Sambil meratapi langit-langit kamar, mencoba mengira-ngira seperti apa masa depanku nanti. Dua tahun kuhidup di perantauan, namun belum ada tindakanku yang mengguncang dunia. Masa depan yang kuidam-idam kan pun belum menemukan titik terang. Masih gelap dan suram.
Tiba-tiba paman memanggilku. Ia menyuruhku untuk membuang sampah keluar. Akupun kedapur dan mengangkat dua plastik besar lalu membawanya ke tempat sampah. Selesai membuangnya, sejenak ku tertegun melihat tong sampah. Apakah nasib ku akan seperti itu? Dibuang dari masyarakat dan ditelan oleh peradaban? Tidak adakah sesuatu yang berguna dari diriku? Seperti malam ini, gelap dan sunyi. Bahkan cahaya bulan pun tidak terlalu terang untuk bisa menerangi diriku, menunjukkan kepada orang-orang bahwa aku ada. Langit hanya gelap dan diam. Diam karena tak tahu harus bagaimana untuk menghiburku.
Aku pun kembali ke kamar. Kembali tidur karena tak tahu harus berbuat apa. Hanya bisa pasrah karena beginilah aku. Seorang pemuda yang lemah dan tidak punya karisma. Menghabiskan malam dengan terus menghayal akan masa depan. Masa depan yang suram. Terus mengikuti arus zaman, tanpa pernah bisa memberi kontribusi dan inovasi.
Tiba-tiba lampu di kamarku padam. Sekelilingku menjadi gelap dan hitam. Ku meraba-raba mencari telepon genggam. Setelah menemukannya, akupun menerangi sekelilingku dengan cahaya layar telepon genggam yang tidak terlalu terang. Ku raih gagang pintu kamar dan keluar. Dan kudapati kegelapan di mana-mana. Ternyata seluruh listrik di sekitar pemukiman kami padam. Rumah-rumah di samping kiri dan kanan kami semuanya gelap. Aku pun mencari tempat untuk bisa duduk di halaman, karena akan terasa pengap dan panas jika aku masih tetap berada di dalam rumah.
Ah, bahkan listrik pun tidak bersahabat denganku. Langit-langit kamar berwarna putih yang tadi kujadikan kanvas imajinasiku pun menjadi gelap dan hitam. Apakah sebegitu parahnya diriku? Bahkan untuk menghayal saja tidak diizinkan?
Kucoba menerawang langit malam yang gelap. Dan Subhanallah, dengan takjub kugosok kedua mataku, mencoba memastikan apa yang baru saja aku lihat. Langit malam dengan ratusan, oh, mungkin jutaan bintang yang menghiasi langit malam. Bintang-bintang itu seperti bintik-bintik mutiara di atas kertas hitam. Bersinar dan kerlap-kerlip dengan anggunnya. Cahaya bulan yang bulat berwarna kecoklatan muda menambah indahnya pemandangan malam ini. Keadaan bumi yang gelap membuat langit malam yang selama ini kuanggap tidak begitu indah, berubah menjadi lukisan alam yang luar biasa indahnya. Dengan efek angin yang dingin, serta melodi jangkrik yang damai, membuat suasana malam ini terasa nyaman.
Sejenak kuberfikir, kenapa baru sekarang aku menyadari keindahan langit malam ini? Biasanya aku dengan cetusnya meremehkan bahkan sesekali mengejek keadaan malam yang sunyi senyap tak bernyawa. Kini untuk duduk menikmati keindahannya pun, aku agak merasa malu. Bintang-bintang yang walaupun tidak sebesar bulan, namun mereka memiliki daya tarik tersendiri untuk bisa ikut menghiasi keindahan langit malam. Bahkan, jika kita lebih memperhatikannya, ternyata bintang merupakan benda langit yang begitu indah jika dilihat di malam hari. Ia bersinar dengan anggun dan sungguh memesona.
Ya, itu dia. Ternyata aku serupa dengan bintang. Selama ini aku tidak memperhatikan siapa diriku yang sebenarnya. Aku hanya terus menghayal tanpa pernah melakukan apa pun. Mimpi itu akan menjadi kenyataan jika kita memulainya dengan suatu gerakan yang nyata. Bukannya hanya terus menghayal jauh dan terbuai dengan mimpi semu. Bahkan akupun belum tahu seperti apa masa depan yang aku inginkan. Kini aku malu dengan diriku sendiri. Untuk bermimpi pun aku masih amatir.
Mimpi yang ingin kita wujudkan juga harus punya pondasi yang kuat. Mimpi itu harus punya alur dan cerita yang jelas. Bukan seperti mimpi di malam hari, yang bisa berpindah-pindah cerita dan tempat, bahkan berganti aktor tiba-tiba. Khayalan yang selalu aku impikan, hampir mirip seperti itu. Kadang tiba-tiba ingin kaya, makmur, sukses dan punya uang yang banyak. Sekilas memang itu merupakan mimpi semua orang, namun masih belum jelas. Tentang kaya yang bagaimana, sukses yang bagaimana juga harus kita tetapkan.
Kuberfikir sejenak. Mencoba menghitung-hitung berapa banyak potensi yang aku miliki. Namun sepertinya aku tidak memiliki potensi apapun. Sepertinya kata-kata sukses memang jauh dari diriku. Tapi sebentar, kenapa aku harus menyerah? Potensi yang selama ini tidak ada pada diriku, awalnya juga tidak dimiliki oleh orang-orang sukses. Mereka dengan gigih dan bersemangat, menambah potensi mereka dan terus berusaha agar bisa sukses. Mereka memantaskan diri mereka agar sebanding dengan mimpi yang mereka ingin wujudkan. Sedangkan aku, terus menunggu potensi bertambah tanpa pernah mencoba untuk belajar dan berlatih. Mana mungkin sukses akan menghampiriku dengan diriku yang lemah sekarang ini?
Sekarang aku sadar. Kenapa dua tahun yang telah aku jalani di perantauan terbuang sia-sia karena tidak ada satupun usahaku untuk bisa menambah potensi dan kelayakanku untuk sukses. Selama ini aku cuma bisa menghayal dan menunggu sesuatu yang tidak pasti. Seperti mimpi tadi, jika aku ingin menggapainya, maka dari sekarang aku juga harus menetapkan seperti apa suksesku nanti. Dan itu semua dimulai dari bagaimana aku menambah potensik, keterampilan dan pengetahuanku. Semakin banyak aku menambahnya, maka akan semakin dekat pula kesuksesan itu. Karena kesuksesan bukan untuk orang-orang yang malas. Seperti yang dikatakan Albert Einstein, “Jenius itu adalah 1 persen IQ dan 99 persen usaha”. Toh orang yang pintar juga karena belajar, orang yang kaya juga karena bekerja, dan orang yang sukses juga karena berusaha. Tidak ada yang instan terjadi tanpa ada proses.
Ibarat bintang di pagi hari, aku juga belum tampak dimata orang-orang. Dan jika telah malam nanti, seperti bintang dimalam hari, suatu saat nanti aku juga akan bersinar dan mampu membuat orang-orang takjub, InsyaAllah.
Benar sekali bang, banyak tu buku sukses dengan judul, sukses dengan cepat, sukses instan, sukses bla.bla.bla. Seakan-akan mengubah mindset para pembaca kalau sebenarnya orang sukses itu perlu proses yang panjang dan disiplin dengan segala ...tantangan, rintangan, dan cobaannya. Wahai para pembaca yang cerdas, main game online saja perlu proses panjang. Dari level 1 sampai level tertinggi, jadi dewan, jadi archon, dsb. Apalagi kesuksesan di dunia nyata. Ingat, ada proses panjang didalamnya. :)
ReplyDeleteBenar mas Ziaul...
ReplyDeleteUntuk itu mari kita terus perkaya diri dengan segala kemampuan-kemampuan demi kesuksesan :D
:-b
ReplyDelete