Ketika Allah Menawarkan JalanNya
Memang benar, ketika kita ingin
mengapai suatu hal yang besar harus dengan pengorbanan yang besar pula. Dahulu,
ketika aku bertekad untuk meraih mimpi itu, aku telah siap untuk menerima
segala konsekuensinya. Awalnya semangat itu memang mampu mengalahkan hiruk
pikuk cobaan di sana-sini, tapi kini sedikit demi sedikit keteguhanku mulai
diuji. Mulai dari situasi yang memberatkan jiwa, perasaan yang semakin tak
karuan, hingga pikiran dan tenaga pun mulai dipertaruhkan. Sungguh, cobaan itu
kian hari semakin kuat, semakin berat.
Apa sebenarnya mimpiku hingga
membuatku mampu mempertaruhkan segalanya demi mimpi itu? Sejujurnya, diawal aku
mulai berfikir untuk masa depanku, tidak ada sedikitpun terlintas mimpi-mimpi
ini, yang ada hanyalah keinginan untuk bisa menjadi orang yang besar dikemudian
hari. Mimpi di awal itu, benar-benar membuatku berkhayal sepanjang hari,
mencoba merasakan seperti apa nanti jika aku benar-benar menjadi seperti mimpi
ku itu.
Namun, Allah berkata lain. Atau
tidak, Allah mengabulkannya dengan jalan yang berbeda. Ketika mimpi di awal itu
berhadapan dengan realita yang ada, aku menjadi stagnan dan mencoba menganalisis
sebab akibat yang ada dengan seonggok otak yang diberikan Allah. Dengan
naifnya, aku mengira bahwa Allah melepas semua mimpi-mimpi ku itu dengan
realita yang ada, seakan-akan aku tidak pantas dengan mimpi yang sebesar itu.--cobalah
untuk mencari mimpi yang lain.
Benar, ketika itu aku tidak
pantas dan sungguh tidak akan pantas untuk mendapatkan mimpi itu. Butuh waktu
yang lama untuk menyadari Jalan Allah dengan cara yang berbeda itu. Sekalipun
Allah tidak pernah membiarkan mimpiku itu, bahkan dengan Jalan itu, aku menjadi
sadar bahwa mimpi besar yang aku idam-idamkan itu akan lebih pantas dengan
diriku yang telah menempuh jalan yang berbeda ini, bukan dari jalan yang di
awal aku harapkan.
Kini, apakah mimpi masih aku
perjuangkan? Aku kembali ragu. Ragu bukan karena tidak sanggup untuk
menggapainya. Tapi ragu karena kini aku menemukan ‘sesuatu’ yang baru dalam
perjalanan ku itu. Sebelum aku mengatakan ‘sesuatu’ yang baru itu, ada baiknya
kau tahu apa yang telah aku alami ketika melintasi jalan yang Allah sediakan
itu hingga kau paham makna dibalik ‘sesuatu’ itu.
Ketika itu, ketika semangat
kepemudaanku membara, membakar setiap keinginan yang ada untuk segera di gapai,
aku memiliki cita-cita yang mungkin dimiliki oleh sebagian pemuda pada
umumnya-sukses. Kesuksesan di masa muda, dengan perjalanan yang menyenangkan,
proses kedewasaan di tempat yang mapan dan pergaulan hingga keseluruh
nusantara, dan kembali ke daerah dengan pribadi yang super idealis, akademis,
dan loyaltis. Benar-benar mimpi yang begitu membara, hingga seluruh
persiapannya telah di konsepkan dengan matang pada sebuah agenda hidup pribadi.
Setiap tingkatan menuju
kesuksesan itu juga aku urutkan dengan begitu bersemangat. Awalnya harus
disini, terus kesini, yang ini selama ini, hingga kesini. Yah, benar-benar
terkonsep. Tapi kemudian, Allah mulai menegurku dengan merusak moment di pintu
gerbang rancangan kesuksesanku. Seketika susunan kebahagiaan itu roboh, rata di
permukaan.
Setelah melewati masa galau yang
agak panjang itu, akhirnya aku mulai sadar bahwa Allah menyiapkan Rancangan
Kesuksesan yang lebih ideal dan lebih baik untuk ku. Butuh waktu yang lama
bagiku untuk mempelajarinya. Dan Allah tidak pernah henti mengajari ku dari
berbagai media yang ada. Dimanapun, kapanpun, dan melalui siapapun yang tidak
pernah kuduga. Aku bersyukur Allah masih menyayangiku dan membiarkan ku berjalan diatas JalanNya.
Proses Kesuksesan yang Allah
tawarkan itu memang tidak mudah. Di awal ketika aku selesai mempelajari Jalan
yang Allah tawarkan itu, aku mulai sadar. ternyata kesuksesan yang Allah
tawarkan benar-benar mengubahku menjadi pribadi yang benar-benar berbeda dengan
diriku digerbang mimpi awalku. Aku tidak menyadari bahwa selama ini, selama aku
mencoba berjalan di Jalan yang disediakannya, Allah mengubahku menjadi pribadi
yang lebih baik dari pribadiku sebelumnya.
Ketika aku melihat teman-temanku
mulai berjalan di rancangan kesuksesan seperti yang aku harapkan sebelumnya,
dan membandingkannya dengan jalan yang Allah berikan untukku ini, aku
benar-benar bersyukur. Ternyata Allah memperkenalkan CintaNya kepadaku lewat
jalan ini. Manusia mana yang tidak terharu ketika Tuhannya menuntunnya menuju
MahabbahNya? Andai saja aku masih berjalan di jalan yang aku idam-idamkan itu,
mungkin sekarang aku tidak akan pernah tahu arti hidup ini, dan bahkan jika
mimpi itu tercapai, maka aku hanyalah seonggok daging hina yang hanya hidup
tanpa pernah tahu siapa Rabbnya. Na’udzubillah.
Aku tidak akan mungkin pantas
menjadi orang yang besar jika saja aku tidak menelusuri jalan yang Allah
berikan ini. Allah mengenalkan dengan hidup yang sebenarnya. Allah menunjukkan
kepadaku sudut-sudut kehidupan yang tidak akan mungkin bisa kulihat di jalan
manapun selain Jalannya. Cuplikan-cuplikan hikmah yang ketika kubandingkan
dengan teman-temanku yang berjalan dijalan idamanku, tidak ada sedikitpun celah
kesana. Benar-benar Anugrah yang besar dari Allah hingga mengizinkanku
mempelajari hidup ini dengan cara yang berbeda.
Dijalan ini, aku berhasil melihat
sisi-sisi dunia dengan cara yang berbeda. Aku sering berjalan kaki untuk
mencoba memerankan peran orang-orang yang memiliki profesi yang berbeda. Diawal
aku mulai dari tingkatan yang paling bawah, pengemis, anak jalanan, tua renta
yang seharian mengais rezeki, penjaga toko, pengamen, penjual eceran dan
profesi-profesi bawah lainnya. Apa yang akan aku lakukan jika hidupku berakhir
seperti mereka? Apakah aku juga akan bersyukur? Terus aku jalani hingga
ketingkatan yang lebih tinggi. Tidak hanya tingkatan, sikap dan cara mereka
melihat hidup juga aku catat di agenda baruku ini. Berusaha mencari suasana,
dimana ketika Rasulullah dahulu berdakwah, dengan serba kekurangan namun tetap
khidmat, tetap tawadhu’.
Semua itu bukan karena kegiatan
yang aku lakukan, tapi karena Allah mengizinkanku melihatnya dengan cara yang
berbeda. Kadang hati ini pilu, sedih bahkan merasa tidak pantas karena masih
kufur terhadap nikmat Allah. Nikmat Tuhan
mana yang kamu dustakan ?. Menghadapi segala macam jenis manusia dengan
segala sifat dan perangainya juga membuatku menjadi lebih dewasa.
Dari itu semua, ada satu yang
paling penting dan inilah yang mengenalkanku pada ‘sesuatu’ yang aku temukan
itu. Apa itu? Itu adalah Hidayah. Alhamdulillah
Allah masih memberiku hidayah. Allah mengajariku tentang pentingnya Shalat
berjamaah hingga aku cinta pada Mesjid. Allah mengajariku membaca Alquran
hingga aku mengetahui firman-firmannya. Allah mengenalkanku pada teman-teman
yang senantiasa mengajakku kepadaNya hingga aku selalu merasa kerdil
dihadapanNya. Allah memberiku situasi-situasi yang sulit dan berat hingga aku
bisa melawan hawa nafsuku. Allah menjauhkanku dari orang-orang yang aku sayangi
hingga akhirnya aku tahu arti sabar. Allah mengizinkanku beribadah dengan
kondisi yang sehat hingga aku bisa merasakan manisnya CintaNya. Allahu Akbar!.
Betapa hati ini kecewa setiap waktu-waktu mustajab beribadah aku lewati dengan
kelalaian dunia. Aku bersyukur Allah masih melunakkan hati ini untuk senantiasa
introspeksi, menghisap diri.
Kau tahu kawan apa ‘sesuatu’ itu?
Ya. Itu Cinta. Aku tidak tahu apakah aku pantas untuk mengatakan bahwa Allah
mencintai diriku yang hina ini. Tapi aku yakin, setiap yang aku alami dan
lewati ini sudah cukup membuktikan kalau Cinta Allah itu memang ada, memang
nyata dan memang indah. Cinta yang membuatku harap cemas, mungkin-mungkin ada
perbuatan yang menyalahi aturanNya. Na’udzubillah.
Cinta apa yang aku rasakan ini?
Jujur aku tidak bisa mendeskripsikannya. Tapi aku hanya ingin kalian tahu,
bahwa cinta Allah itu ada dan benar-benar indah. Bayangkan ketika Allah
menyelamatkanmu dari perkara yang mengancam hidupmu? Menolongmu ketika tidak
ada lagi orang yang bisa menolongmu, dan rasakan kawan, perasaan ketika engkau
sujud dalam shalat, melebihi perasaan di mana jika ada seorang anak yang
ditinggal lama oleh ibunya, lalu ia dihina dan dimarahi oleh orang-orang dan
ketika ibunya tiba, ia memeluknya, berada dalam dekapan hangatnya, mengucurkan
air matanya, sembari menceritakan kesedihan yang baru saja ia rasakan dan
ibunya memeluknya erat seraya berkata bahwa ia tidak akan pernah
meninggalkannya lagi. Sungguh perasaan itu melebihi perasaan damai, tentram dan
bahagia anak itu terhadap ibunya.
Jadi, apa mimpiku sekarang? Ya,
semua mimpi itu telah berubah. Kini mimpiku hanya satu, yaitu masuk kedalam
SyurgaNya dan berjumpa dengaNya, berkumpul bersama kekasih-kekasihnya, dan
bersama orang-orang yang aku cintai semasa didunia. Kekasih mana yang tidak
rindu berjumpa dengan belahan hatinya?
Apakah mimpi itu bisa kuwujudkan?
Walllahu A’lam. Yang jelas, kini aku bersedia untuk menukar masa-masa mudaku
yang indah dengan masa depan yang lebih indah. Semoga Allah terus memberiku
hidayah ini.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Dia Mendapatkan (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia
mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.
“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hokum kami jika kami lupa atau kami
melakukan kesalahan”
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau Bebani kami dengan beban yang berat
sebagaimana Engkau Bebankan kepada orang-orang sebelum kami”
“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau Pikulkan kepada kami apa yang tidak
sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami,..
Ampunilah kami,..
Dan Rahmatilah kami..
Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang
kafir”
Banda Aceh, 13 Januari 2013 .
1.14 WIB
Bagus penulisannya, Aslan.
ReplyDeleteTerima kasih kak :D
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete