Header Ads

Ketika Allah Menawarkan JalanNya

Oleh : Aslan Saputra




Memang benar, ketika kita ingin mengapai suatu hal yang besar harus dengan pengorbanan yang besar pula. Dahulu, ketika aku bertekad untuk meraih mimpi itu, aku telah siap untuk menerima segala konsekuensinya. Awalnya semangat itu memang mampu mengalahkan hiruk pikuk cobaan di sana-sini, tapi kini sedikit demi sedikit keteguhanku mulai diuji. Mulai dari situasi yang memberatkan jiwa, perasaan yang semakin tak karuan, hingga pikiran dan tenaga pun mulai dipertaruhkan. Sungguh, cobaan itu kian hari semakin kuat, semakin berat.

Apa sebenarnya mimpiku hingga membuatku mampu mempertaruhkan segalanya demi mimpi itu? Sejujurnya, diawal aku mulai berfikir untuk masa depanku, tidak ada sedikitpun terlintas mimpi-mimpi ini, yang ada hanyalah keinginan untuk bisa menjadi orang yang besar dikemudian hari. Mimpi di awal itu, benar-benar membuatku berkhayal sepanjang hari, mencoba merasakan seperti apa nanti jika aku benar-benar menjadi seperti mimpi ku itu.

Namun, Allah berkata lain. Atau tidak, Allah mengabulkannya dengan jalan yang berbeda. Ketika mimpi di awal itu berhadapan dengan realita yang ada, aku menjadi stagnan dan mencoba menganalisis sebab akibat yang ada dengan seonggok otak yang diberikan Allah. Dengan naifnya, aku mengira bahwa Allah melepas semua mimpi-mimpi ku itu dengan realita yang ada, seakan-akan aku tidak pantas dengan mimpi yang sebesar itu.--cobalah untuk mencari mimpi yang lain.

Benar, ketika itu aku tidak pantas dan sungguh tidak akan pantas untuk mendapatkan mimpi itu. Butuh waktu yang lama untuk menyadari Jalan Allah dengan cara yang berbeda itu. Sekalipun Allah tidak pernah membiarkan mimpiku itu, bahkan dengan Jalan itu, aku menjadi sadar bahwa mimpi besar yang aku idam-idamkan itu akan lebih pantas dengan diriku yang telah menempuh jalan yang berbeda ini, bukan dari jalan yang di awal aku harapkan.

Kini, apakah mimpi masih aku perjuangkan? Aku kembali ragu. Ragu bukan karena tidak sanggup untuk menggapainya. Tapi ragu karena kini aku menemukan ‘sesuatu’ yang baru dalam perjalanan ku itu. Sebelum aku mengatakan ‘sesuatu’ yang baru itu, ada baiknya kau tahu apa yang telah aku alami ketika melintasi jalan yang Allah sediakan itu hingga kau paham makna dibalik ‘sesuatu’ itu.

Ketika itu, ketika semangat kepemudaanku membara, membakar setiap keinginan yang ada untuk segera di gapai, aku memiliki cita-cita yang mungkin dimiliki oleh sebagian pemuda pada umumnya-sukses. Kesuksesan di masa muda, dengan perjalanan yang menyenangkan, proses kedewasaan di tempat yang mapan dan pergaulan hingga keseluruh nusantara, dan kembali ke daerah dengan pribadi yang super idealis, akademis, dan loyaltis. Benar-benar mimpi yang begitu membara, hingga seluruh persiapannya telah di konsepkan dengan matang pada sebuah agenda hidup pribadi.

Setiap tingkatan menuju kesuksesan itu juga aku urutkan dengan begitu bersemangat. Awalnya harus disini, terus kesini, yang ini selama ini, hingga kesini. Yah, benar-benar terkonsep. Tapi kemudian, Allah mulai menegurku dengan merusak moment di pintu gerbang rancangan kesuksesanku. Seketika susunan kebahagiaan itu roboh, rata di permukaan.
Setelah melewati masa galau yang agak panjang itu, akhirnya aku mulai sadar bahwa Allah menyiapkan Rancangan Kesuksesan yang lebih ideal dan lebih baik untuk ku. Butuh waktu yang lama bagiku untuk mempelajarinya. Dan Allah tidak pernah henti mengajari ku dari berbagai media yang ada. Dimanapun, kapanpun, dan melalui siapapun yang tidak pernah kuduga. Aku bersyukur Allah masih menyayangiku dan membiarkan ku  berjalan diatas JalanNya.

Proses Kesuksesan yang Allah tawarkan itu memang tidak mudah. Di awal ketika aku selesai mempelajari Jalan yang Allah tawarkan itu, aku mulai sadar. ternyata kesuksesan yang Allah tawarkan benar-benar mengubahku menjadi pribadi yang benar-benar berbeda dengan diriku digerbang mimpi awalku. Aku tidak menyadari bahwa selama ini, selama aku mencoba berjalan di Jalan yang disediakannya, Allah mengubahku menjadi pribadi yang lebih baik dari pribadiku sebelumnya.

Ketika aku melihat teman-temanku mulai berjalan di rancangan kesuksesan seperti yang aku harapkan sebelumnya, dan membandingkannya dengan jalan yang Allah berikan untukku ini, aku benar-benar bersyukur. Ternyata Allah memperkenalkan CintaNya kepadaku lewat jalan ini. Manusia mana yang tidak terharu ketika Tuhannya menuntunnya menuju MahabbahNya? Andai saja aku masih berjalan di jalan yang aku idam-idamkan itu, mungkin sekarang aku tidak akan pernah tahu arti hidup ini, dan bahkan jika mimpi itu tercapai, maka aku hanyalah seonggok daging hina yang hanya hidup tanpa pernah tahu siapa Rabbnya. Na’udzubillah.

Aku tidak akan mungkin pantas menjadi orang yang besar jika saja aku tidak menelusuri jalan yang Allah berikan ini. Allah mengenalkan dengan hidup yang sebenarnya. Allah menunjukkan kepadaku sudut-sudut kehidupan yang tidak akan mungkin bisa kulihat di jalan manapun selain Jalannya. Cuplikan-cuplikan hikmah yang ketika kubandingkan dengan teman-temanku yang berjalan dijalan idamanku, tidak ada sedikitpun celah kesana. Benar-benar Anugrah yang besar dari Allah hingga mengizinkanku mempelajari hidup ini dengan cara yang berbeda.

Dijalan ini, aku berhasil melihat sisi-sisi dunia dengan cara yang berbeda. Aku sering berjalan kaki untuk mencoba memerankan peran orang-orang yang memiliki profesi yang berbeda. Diawal aku mulai dari tingkatan yang paling bawah, pengemis, anak jalanan, tua renta yang seharian mengais rezeki, penjaga toko, pengamen, penjual eceran dan profesi-profesi bawah lainnya. Apa yang akan aku lakukan jika hidupku berakhir seperti mereka? Apakah aku juga akan bersyukur? Terus aku jalani hingga ketingkatan yang lebih tinggi. Tidak hanya tingkatan, sikap dan cara mereka melihat hidup juga aku catat di agenda baruku ini. Berusaha mencari suasana, dimana ketika Rasulullah dahulu berdakwah, dengan serba kekurangan namun tetap khidmat, tetap tawadhu’.

Semua itu bukan karena kegiatan yang aku lakukan, tapi karena Allah mengizinkanku melihatnya dengan cara yang berbeda. Kadang hati ini pilu, sedih bahkan merasa tidak pantas karena masih kufur terhadap nikmat Allah. Nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan ?. Menghadapi segala macam jenis manusia dengan segala sifat dan perangainya juga membuatku menjadi lebih dewasa.

Dari itu semua, ada satu yang paling penting dan inilah yang mengenalkanku pada ‘sesuatu’ yang aku temukan itu. Apa itu?  Itu adalah Hidayah. Alhamdulillah Allah masih memberiku hidayah. Allah mengajariku tentang pentingnya Shalat berjamaah hingga aku cinta pada Mesjid. Allah mengajariku membaca Alquran hingga aku mengetahui firman-firmannya. Allah mengenalkanku pada teman-teman yang senantiasa mengajakku kepadaNya hingga aku selalu merasa kerdil dihadapanNya. Allah memberiku situasi-situasi yang sulit dan berat hingga aku bisa melawan hawa nafsuku. Allah menjauhkanku dari orang-orang yang aku sayangi hingga akhirnya aku tahu arti sabar. Allah mengizinkanku beribadah dengan kondisi yang sehat hingga aku bisa merasakan manisnya CintaNya. Allahu Akbar!. Betapa hati ini kecewa setiap waktu-waktu mustajab beribadah aku lewati dengan kelalaian dunia. Aku bersyukur Allah masih melunakkan hati ini untuk senantiasa introspeksi, menghisap diri.

Kau tahu kawan apa ‘sesuatu’ itu? Ya. Itu Cinta. Aku tidak tahu apakah aku pantas untuk mengatakan bahwa Allah mencintai diriku yang hina ini. Tapi aku yakin, setiap yang aku alami dan lewati ini sudah cukup membuktikan kalau Cinta Allah itu memang ada, memang nyata dan memang indah. Cinta yang membuatku harap cemas, mungkin-mungkin ada perbuatan yang menyalahi aturanNya. Na’udzubillah.

Cinta apa yang aku rasakan ini? Jujur aku tidak bisa mendeskripsikannya. Tapi aku hanya ingin kalian tahu, bahwa cinta Allah itu ada dan benar-benar indah. Bayangkan ketika Allah menyelamatkanmu dari perkara yang mengancam hidupmu? Menolongmu ketika tidak ada lagi orang yang bisa menolongmu, dan rasakan kawan, perasaan ketika engkau sujud dalam shalat, melebihi perasaan di mana jika ada seorang anak yang ditinggal lama oleh ibunya, lalu ia dihina dan dimarahi oleh orang-orang dan ketika ibunya tiba, ia memeluknya, berada dalam dekapan hangatnya, mengucurkan air matanya, sembari menceritakan kesedihan yang baru saja ia rasakan dan ibunya memeluknya erat seraya berkata bahwa ia tidak akan pernah meninggalkannya lagi. Sungguh perasaan itu melebihi perasaan damai, tentram dan bahagia anak itu terhadap ibunya.

Jadi, apa mimpiku sekarang? Ya, semua mimpi itu telah berubah. Kini mimpiku hanya satu, yaitu masuk kedalam SyurgaNya dan berjumpa dengaNya, berkumpul bersama kekasih-kekasihnya, dan bersama orang-orang yang aku cintai semasa didunia. Kekasih mana yang tidak rindu berjumpa dengan belahan hatinya?

Apakah mimpi itu bisa kuwujudkan? Walllahu A’lam. Yang jelas, kini aku bersedia untuk menukar masa-masa mudaku yang indah dengan masa depan yang lebih indah. Semoga Allah terus memberiku hidayah ini.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Dia Mendapatkan (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.
“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hokum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan”
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau Bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau Bebankan kepada orang-orang sebelum kami”
“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau Pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami,..
Ampunilah kami,..
Dan Rahmatilah kami..
Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir” 

Banda Aceh, 13 Januari 2013 . 1.14 WIB


3 comments:

Tinggalkan Pesanmu Di Sini ^^

Powered by Blogger.