Wana Warni FLP
Oleh : Aslan Saputra
Jika berbicara
tentang warna, aku sebagai seorang yang gemar memadukan warna-warna hingga
menjadi suatu karya yang menurutku benar-benar artistik, punya banyak cerita.
Bayangkan, beberapa warna saja jika kreatif memadukannya, maka akan elok
dipandang mata. Begitu pula sebaliknya, jika ‘terlalu’ dalam memadukan warna,
maka yang terjadi adalah norak dan bahkan bisa-bisa sakit mata.
Kalau
dicermati lagi, disekitar kehidupan kita sehari-hari juga punya banyak warna.
Bahkan terkadang, dengan warna kita bisa menjelaskan lebih banyak hal sampai ke
hal-hal yang kadang kita sendiri sulit menjelaskannya dengan kata-kata. Ya,
warna punya banyak cara untuk menghubungkan hati-hati yang berserakan diluar
sana. Dengan warna, kita bisa tahu seberapa eratnya arti persahabatan dan
kekeluargaan. Tidak percaya?
Pengalaman
pertamaku mengikuti kelas di FLP benar-benar sangat berkesan. Padahal saat itu
aku masih baru memasuki rumah FLP, tapi entah kenapa seakan-akan aku seperti seorang
menantu yang baru memasuki rumah mertuanya. Duduk santun disuguhi
pertanyaan-pertanyaan akrab. Simpul-simpul senyuman pun bertebaran memenuhi
Rumah Cahaya. Sepulang dari kelas itu, sesuai tuntunan Bang Roby, akupun segera
bergabung di Grup Facebook Forum Lingkar Pena Aceh. Serasa aku menemukan
keluarga yang baru.
Sebelum aku
memberitahu warna apa yang aku temukan di FLP, ada baiknya kau tahu seperti apa warna yang nantinya aku
maksudkan. Jika sering berkunjung ke Wikipedia, secara sederhana pasti kita sudah
tahu kalau warna itu dipengaruhi oleh suhu. Lihat saja, ketika sebuah besi
dipanaskan, maka warna besi itu akan berubah seiring bertambah panasnya suhu
yang diberikan kepada besi tersebut. Awalnya merah, kemudian menjadi orange, kuning,
putih hingga akhirnya menjadi biru. Secara singkat, begitulah suhu mempengaruhi
sebuah warna.
Contoh lain,
cobalah berkunjung ke laut diwaktu-waktu yang berbeda. Pasti kau akan melihat
perubahan warna laut disetiap waktunya. Begitu juga dengan langit, ketika
mendung, terik dan teduh semuanya menunjukkan warna yang berbeda. Kita tidak
berbicara mengenai faktor-faktor lain, seperti pengaruh rambat cahaya ataupun
faktor-faktor lainnya yang bisa kau temukan di buku pelajaran Fisika yang
menurutku lebih seram dari cerita horror karangan Stephen King. Yang jelas,
warna suatu benda itu akan selalu berubah-ubah.
Di FLP, warna-warna
yang kutemukan begitu variatif. Ada suasana dimana para anggota FLP saling
bicara tentang kehidupannya, kelucuan yang ada dirumahnya, semua itu dimataku
seperti lukisan abstrak yang didominasi warna hijau. Penuh perhatian dan
kekeluargaan. Ada juga yang asyik meledek tentang kondisi hati yang kian hari
kian semrawut. Sudah jelas, warna-warna merah mudah terkadang ikut memeriahkan
sudut-sudut aktifitas di FLP.
Saat ini
mungkin yang paling dominan warna-warna cerah seperti merah, orange, kuning,
bahkan ungu. Betapa tidak, baru beberapa minggu yang lalu FLP mengadakan
inaugurasi untuk benih-benih penulis baru. Semangat-semangat mereka sudah jelas
ikut mewarnai kekeluarga FLP saat ini.
Selain itu,
ada juga warna yang tidak pernah tetap. Bahkan, terkadang aku kira aku mengidap
buta warna jika terus memperhatikan warna-warna itu. Persis seperti lampu
kerlap-kerlip mainan robot adikku. Kadang warnanya merah, eh tiba-tiba jadi
biru. Berkedip sedikit sudah berubah lagi menjadi kuning. Susah untuk di tebak
apa warna dasarnya. Warna itu kukira mirip abang-abang dan kakak-kakak yang
sudah tidak diragukan lagi skill kepenulisannya. Bayangkan, terkadang aku
membayangkan penulis cerpen haru biru itu adalah seorang pemuda yang mengerti
betul perasaan kaum muda. Agak sensitif mungkin. Eh, di lain waktu aku membaca
cerpen beringas penuh darah dengan nama penulis yang sama. Dikesempatan lain, bacaan
tentang nilai-nilai keindahan islam yang inspiratif juga ditulis oleh penulis
yang sama. Sampai aku sendiri bingung, seperti apa sosok asli penulis yang
mampu menghidupkan karakter-karakter berbeda di tulisan-tulisannya?
Ada juga yang
berwarna pucat. Seakan-akan setiap yang melihatnya percaya kalau warna itu tidak
memiliki daya tarik sedikitpun. Bahkan sampai meragukannya. Tapi ternyata,
warna-warna pucat itu punya keajaiban. Setiap kali aku mencoba melihatnya lebih
dekat, fragmen warna pucat itu memancarkan titik-titik warna warni. Seperti kilauan
bintang warna-warni dimalam hari. Jelaslah, bintang tidak akan memesona jika
dilihat dari tempat yang terang. Cobalah bergeser sedikit ketempat yang cukup
gelap dan lihatlah betapa mengagumkannya keindahan bintang-bintang itu dikanvas
yang hitam pekat. Keindahan mereka hanya bisa dirasakan pada waktu dan tempat
yang unik. Itulah mereka, para penulis muda yang masih mencari sense menulis mereka, yang masih gugup
untuk menunjukkan betapa hebatnya mereka.
Kembali ke
suhu, ada beberapa warna yang jika suhu disekitarnya mulai meredup, maka corak
keindahannya pun semakin layu, bahkan bisa jadi memucat dan memudar. Begitu
pula sebaliknya, semakin suhu disekitarnya meningkat, maka kecerahan warnanya
pun akan semakin meningkat pula. Ya, begitulah di FLP. Ada penulis-penulis yang
terus-terusan mencegah jemarinya untuk berkarya dengan alasan ‘tulisanku tidak
bagus’, dan ada juga penulis yang terus-terusan
berendam di air hangat. Ada yang begitu hangatnya sudah cukup kemudian
istirahat, dan ada juga yang keenakan dan hampir tenggelam dikolam air panas.
Menjaga kehangatan boleh asal jangan sampai kepanasan. Sesekali break untuk melihat sejauh mana tulisan
yang dibuat, untuk kemudian terus belajar hingga menjadi penulis yang hebat.
Jangan langsung puas dengan tulisan yang telah ada dan tidak peduli dengan
tagihan air panas yang semakin melonjak. Mas,
Bangun mas, pemandian air panasnya mau
tutup, silahkan bayar ke kasir. Eh?
Pernah melihat
pelangi? Pernahkah kau melihat pelangi yang hanya warna merahnya saja yang
muncul, atau hanya kuning saja, atau mungkin hanya dua tiga warna saja? Jika
ada pun, tentu pasti akan terasa hambar dan tidak elok dipandang mata. Di FLP,
banyak warna-warna yang berserakan disana. Terkadang kita juga sadar, ada
beberapa warna yang jika dipadukan, sering bertabrakan dan bahkan menjadi
norak. Istilah artistiknya, gak matching
gitu loh!. Tapi walaupun begitu, bukan berarti warna-warna itu tidak bisa
dipadukan. Harus ada unsur-unsur warna lain hingga kemudian menghasilkan seni
rupa yang maha karya cetar membahana. Jika di FLP sering terjadi ‘konslet’
antar sudut pandang yang berbeda, mengingat latar belakang pendidikan dan
profesi yang berbeda, maka solusinya ya tetap aja berkarya. Sekarang aja juga
lagi ngetrend kok gaya-gaya gak
matching gitu. Baju warna kuning, celana warna ungu plus sepatu warna merah.
Nah, jalan-jalan lah sana. Simpan wajah di dompet.
Ada juga
warna-warna yang begitu dipasangkan, menghasilkan karya-karya yang luar biasa.
Mau dilihat dari mana pun, kalau sudah keren ya tetap aja keren. Di FLP, banyak
teman-teman yang walau baru sebentar saja bertemu, tetapi akrabnya bukan main.
Bahkan tidak jarang sudah menganggap seperti bagian dari keluarga sendiri. Yang
lebih fantastis, di FLP tidak sedikit warna-warna itu akhirnya menyatu dan
menjadi suatu karya seni berdaya jual tinggi hingga kemudian dibingkai dengan frame yang sering orang menyebutnya
dengan pernikahan. Walaupun begitu, aku
tidak menyarankan untuk menikah sesama anggota FLP lho. aku hanya berharap
untuk bisa mencontoh anggota-anggota FLP lainnya yang telah menikah. Eh?
Terakhir, aku
bersyukur bisa menjadi bagian dari indahnya pelangi warna di FLP. Banyak warna
yang setiap hari ikut memperindah hari-hariku bersama tulisan. Seperti berjalan
melewati jembatan yang dibawahnya mengalir sungai strawberi, dengan pegangan
jembatan dari terbuat dari sari buah mangga dan anggur. Sementara dihadapanku,
melintas penulis-penulis dengan payung warna warni mereka menghindari hujan coklat.
Sesekali hujan tidaklah mengapa. Yang penting itu bisa menjadi pelajaran bagi
kita untuk bisa menjadi penulis yang lebih baik. Setidaknya, aku bisa ikut
menelusuri jembatan itu bersama mereka dengan dihiasi meriahnya warna-warna, seperti
di Forum Lingkar Pena Aceh.
No comments:
Tinggalkan Pesanmu Di Sini ^^