Penggenggam Angin : Bagian Satu
Oleh Aslan Saputra
Cerpen ini diikutsertakan pada kegiatan FLP #PenaKamiTidakPuasa
Rumah Angin
“Ferhat!”
Aku mengidik ke belakang. Seperti
biasa Ali dan Eki berlomba lari mencoba menyusulku. Ah, kenapa pula mereka itu?
selalu saja mengikuti kemanapun aku pergi. Keinginanku untuk menangkap angin
kandas dengan kedatangan mereka.
“Hei, kenapa kau selalu
meninggalkan kami?” Cetus Ali sambil memperbaiki nafasnya yang tidak teratur.
“Memangnya aku harus menunggu
kalian? Untuk apa juga kalian mengejarku?” Aku pergi berlalu. Sungguh saat ini aku
hanya ingin ke tempat rahasiaku, lantas menulis segalanya. Sudah penuh kepalaku
dengan beragam ide cemerlang.
“Kita kan satu tim Ferhaaat!” Tiba-tiba
eki menarik tasku dari belakang. Leherku tercekik tali tas. Untung aku tidak
terjatuh.
“Apa-apaan sih?” Aku menepis
tangan Eki. Lalu berlari sekuat tenaga sambil mengeluarkan lidah. “Huuu.. kejar
aku kalau bisa!”
Eki merasa dikalahkan. Segera ia
mengejarku sekuat tenaga. Sementara Ali, belum lagi pernafasannya sempurna juga
mulai melangkahkan kakinya. Kalau tidak cepat maka ia akan kehilangan kami.
Aku, Ali dan Eki adalah teman
sejak kecil. Masa-masa ketika ingus masih sulit kami bendung kami lalui
bersama. Tidak ada yang tahu, kalau kami kini sudah menjadi satu kesatuan. Aku
adalah Eki. Ali adalah Aku. Ali adalah Eki. Dan Eki adalah Aku dan Ali. Segalanya
bersimpul dalam tawa kami, menghilangkan suka duka.
Sebenarnya beberapa hari lalu aku
menemukan sebuah tempat yang angin bebas mengalir di sana. Sungguh aku sangat
suka angin. Di manapun angin kencang berhembus, di sanalah tempatku paling
senang untuk menarik garis tinta. Tempat itu terletak di antara dua pohon yang
daunnya menjalar hijau hingga ke bawah. Setiap sabtu pagi, kau akan menemukan
bunga-bunganya mengembang indah berwarna merah muda. Benar-benar indah. Tapi kau
tahu, tempat itu kini malah menjadi rahasia kami bertiga.
“Nama apa yang kau beri untuk
tempat ini Ferhat?” Tanya Eki dengan mata berbinar-binar. Aku paling suka
ketika Eki melihat segala sesuatu dengan gembira. Matanya bening memantulkan
keceriaannya.
“Rumah matahari saja!” Ali
menyeletuk.
Ali selalu sok lebih tahu. Padahal
kan aku yang menemukan tempat ini. Berarti akulah yang harus menyematkan
namanya.
“Bukan itu! Aku sudah memikirkan
namanya semenjak pertama kali menemukan tempat ini,” Aku mencoba menguasai
pembicaraan.
“Jadi apa Ferhat?” Eki menunggu
jawabanku.
Nama? Sebenarnya aku belum pernah
terpikirkan untuk memberi nama tempat ini. Bagiku sebenarnya tempat ini hanyalah
untuk pelarianku dari sekolah. Mencoba sejenak melupakan teriakan-teriakan
mereka di sana, dan menceritakannya semua pada angin disini. Biarkan angin
membawa segala cerita tentang hidupku ini.
“Rumah angin!” Tiba-tiba kata itu
melintas di benakku.
“Rumah angin?” Eki setengah bingung.
“Ya. Rumah angin!” kali ini
giliran mataku yang berbinar-binar. Sepertinya nama itu sangat cocok dengan
fungsi tempat ini.
“Ah, itu mirip-mirip dengan nama
yang aku ajukan tadi,” lagi-lagi Ali menyeletuk.
“Tidak! Itu beda. Rumah angin
sangat cocok!” Aku yakin. Sangat yakin malah dengan nama itu.
“Itu nama yang bagus!” Tiba-tiba
Eki menepuk pundakku sambil memamerkan senyumnya.
“Ah, yasudah deh. Jadi sekarang
kita mau ngapain?” Ali tampak mulai bosan.
“Nah, kita main tangkap capung
saja,” Jawab Eki.
“Tidak, tidak! Jangan itu!” Ali
protes.
“Kenapa??” Serentak Aku dan Eki
bertanya.
“Tidak sebelum aku menangkapnya
lebih banyak!!!” Teriak Ali sambil berlari keluar. Sesekali ia melirik ke
belakang sambil menjulurkan lidahnya, “Weeeee!!!”
“Aliii!” teriak Eki sambil
mengejar Ali keluar.
Aku hanya tersenyum sembari
melihat mereka berlalu. Tanpa mereka, mungkin dua bulan lalu aku tidak akan
bisa melihat matahari lagi. Tentu pula tidak akan bisa merangkul bahu angin
lagi.
Bersambung
jehhhh kok bersambung..
ReplyDeleteabang usahakan ini naskah jadi juara satu!!!!!!
pokokny Aslan tenang aja..
Kan rencananya terbit setiap hari di bulan Ramadhan. Biar diikutkan di lomba Blog. haha :-d
Delete:-d kok bersambung??
ReplyDeleteNantikan kelanjutannya bang. haha :))
DeleteKereeeen..
ReplyDeleteLanjutkan aslan, biar panjang dan nanti biar jd novel.
tapi nanti tetap pake nama kami bertiga ya sbg tokoh sentralnya,
soalnya pas banget tuh, wkwkwk
hehehe.. brebes kak :D
Deleteditunggu sambungannya....
ReplyDeletemasih satu adegan aja ya??
sayang banget.... :>)
sudah 7 bagian mas.. silahkan cek di sini :
Deletehttp://eliteword.blogspot.com/