Memaknai Mimpi
Kau tahu? Aku paling sensitif
terhadap penciuman. Bau-bau apapun yang melintas di hidungku serta merta
membuatku seakan bergeser cepat menembus waktu. Saat-saat ketika pindah rumah
kala mencium wangi cat baru. Bau super pel. Bau parfum. Tak hanya pikiran, perasaanku
juga terpengaruh momen masa lalu.
Dan dihari ini, semua memori itu
begitu cepat berputar di sekitarku. Tiba-tiba aku seakan berada pada tiga tahun
lalu, ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, Kota Banda Aceh. Ketika
masih punya mimpi-mimpi besar. Semangat membara. Idealism tinggi. Tiba-tiba aku
malah hampa sekarang.
Membaca pula tulisan temanku di
blognya mengenai seratus mimpi yang ingin diraihnya. Entah kenapa, aku seperti
tertampar. Tiga tahun yang kujalani tapi tak ada satupun yang sudah terwujud. Jika
ada yang aku gapai pun, itu diluar daftar mimpi yang pernah aku buat serupa. Lantas,
kemana saja aku selama ini?
Memang benar, semangatku tidak
pernah stabil. Aku menyadari itu. Kadang dalam sehari aku bisa sangat
produktif. Di hari lain aku malah frustasi dan begitu tidak bermanfaat. Waktu terus
berputar dan aku masih stagnan pada posisiku yang masih tidak bisa dibanggakan.
Beberapa hari yang lalu aku
berhasil lolos ke tingkat regional pada lomba penelitian transportasi tingkat
nasional. Tapi aku gagal meraih juara hingga mimpiku untuk bisa menginjakkan
kaki di Jakarta sirna. Lalu apa yang aku dapatkan sekarang?
Aku sadar. Selama ini keyakinanku
terhadap mimpi masih belum cukup kuat. Buktinya persiapanku masih abal-abal. Kalau
ingin keluar negeri kenapa bahasa inggrisku masih lemah? Ingin menjadi penulis
tapi naskahku belum juga kelar? Ingin menghafal alquran tapi penambahan hafalan
tidak ada? Apa ini yang disebut mimpi? Ini hanya angan semu!
Aku ingin sekali menangisi diriku
sendiri. Betapa bodohnya aku. Betapa malasnya aku. Kemudian aku ingin
mencambuk, memukuli dan menghantam diriku sendiri agar sadar waktu terus
berjalan. Aku tidak punya alasan untuk hanya berdiam. Waktuku berharga dan
mimpiku nyata. Ini bukan tentang ketidakmampuan, tapi mau atau tidak.
Tapi tahukah kau? Ini seperti
mozaik. Butuh kecermatan yang baik untuk bisa memaknai semua ini. Kasat mata
memang mimpi-mimpiku belum ada yang terwujud. Tapi setelah aku melihatnya lebih
dalam, segala yang berada disekitarku berjalan menuju mimpi-mimpi itu. Terakhir
semua itu kembali kepadaku. Apakah aku akan menggunakan kesempatan-kesempatan
yang akan tiba ini dengan maksimal dan penuh dengan segala persiapan, atau
malah tertegun-tegun dan berantakan mengikuti semuanya hingga aku menyerah dan
terpuruk?
Masih ada waktu Aslan, bangunlah!
Ketika jiwamu lemah, pandanganmu buram dan langkahmu melambat, baca kembali
tulisan ini. Sebab kau menulis ini ketika jiwamu kuat dan bersemangat.
Sekarang, gunakan waktumu dan
buktikan pada semesta, kalau mimpimu direstui oleh Allah.
Baru Kembali dari lorong waktu
Pukul 18.18, Banda Aceh.
seoga semua mimpi tercapai ya Aslan
ReplyDeleteHehehe.. aamiiin.. terima kasih kak :D
Deleteyang penting prosesnya.....
ReplyDeleteAbang pikir Aslan susah putus asa... Abang yakin, sedikit banyak, aslan telah menghargai waktu..dan sebaiknya aslan jangan merasa puas..
ReplyDeletegreat .... semangat yaa ...
ReplyDelete