Rindu Adik
Tiba-tiba saya merindukan
adik-adik saya. Ketika melihat foto-foto mereka yang masih tak berdosa. Senyum yang
sama, tatapan yang sama. Tiba-tiba pelupuk mataku mulai bergetar, perih.
Aku jadi ingat ketika dulu mereka
lahir. Setiap bangun tidur, aku selalu berlari kekamar ibuku hanya untuk
melihat anggota keluarga baru. Masih bisa kurasakan aroma bedak bayi, bercampur
dengan minyak yang diolesi di ubun-ubunnya yang masih sangat halus. Berusaha memegang
tangan mungilnya agar bisa menggenggam telunjukku.
Saat itu aku selalu ingin
cepat-cepat pulang sekolah. Di sekolah aku hanya membayangkan mereka, mata
mereka yang masih sulit terbuka. Sesekali tersenyum. Ibu bilang mereka itu
sedang melihat malaikat. Sungguh, hawa surga masih terasa padanya.
Aku memiliki tiga adik. Dua orang
lelaki dan satu orang perempuan. Yang paling besar bernama Muhammad Rafi
Rezeki, lalu Muhammad Agung Atha Kautsar, dan Zahra Syakira. Aku selalu
memanggil mereka dengan panggilan-panggilan yang unik. Api, Anun dan Rara.
Api, adalah adik yang selalu
berlangganan denganku dalam hal perkelahian. Kami paling sering berantem dengan
masalah-masalah yang konyol. Maklum, kami dua orang lelaki yang tidak mudah
mengalah. Walaupun tidak lama kami kembali baikan dengan cara-cara yang konyol
pula.
Agung, dia adalah adik lelaki
yang paling paling aku sayangi. Bagiku dia adalah anugerah yang paling luar
biasa dari Allah. Di ulang tahun pertamanya, terjadi bencana Tsunami, 26 Desember
2004. Di ulang tahun keduanya, lahirlah Rara tanggal 24 Desember 2005. Ia tidak
memiliki waktu yang cukup banyak untuk bisa menjadi anak yang terakhir. Ketika Rara
lahir, semua perhatian terpusat pada Rara dan Agung kekurangan perhatian.
Di antara kami semua, Agung yang
paling bersosial. Di manapun dia berada selalu dengan mudah dan cepat memiliki
teman. Bahkan untuk teman-teman dibawah umurnya, ia sering kali mengalah. Ia bahkan
memukul-mukul dirinya agar anak lain tidak menangis. Tapi sungguh, dia punya
sifat penyayang.
Rara juga sangat aku sayangi. Belum
genap umurnya dua tahun. Ibu telah lebih dulu memenuhi panggilan Allah. Rara
mungkin tidak akan pernah tahu bagaimana kasih sayang seorang ibu. Ia hanya
bisa mencoba merasakannya dari televisi pada film-film yang menayangkan demikian.
Maka dari itu, demi apapun aku harus selalu ada untuknya mewakili ibuku. Aku ingin
dia juga merasakan kasih ibu yang dulu pernah diberikan kepadaku.
Rara sekarang tidak ada bersama
kami. Dia jauh, jauh sekali. Kini dia tinggal bersama nenekku. Sebab tidak
mungkin ia sebagai anak perempuan tinggal satu atap bersama kami lelaki semua. Dia
harus belajar menjadi wanita shalihah yang kelak akan membanggakan kedua orang
tua kami.
Aku jadi ingat ketika pertama
kali ia dititipkan di rumah nenek. Di pagi buta, kami lebih cepat berangkat
menuju pelabuhan dan meninggalkannya sendiri yang masih tertidur. Kami tidak
ingin melihatnya menangis. Tidak ingin.
Sejenak kemudian nenek menelepon
kami, beliau mengatakan kalau Rara menangis sangat kuat. Ia mencari-cari kami. Ketika
menelepon itu, aku tak kuat untuk tidak menangis.
Tidak ada alasan lain bagiku
untuk bersusah-susah saat ini, melainkan hanya untuk memastikan mereka nanti
bisa hidup lebih baik dariku. Menikmati segalanya dengan tentram dan tidak
merasakan kepahitan apapun serupa yang aku alami. Aku tidak ingin.
Kini mereka sudah agak besar.
Rafi sudah masuk SMA. Melihatnya aku jadi teringat masa-masaku masuk SMA dulu. Wajah
kami juga sangat mirip. Tapi mungkin dia lebih ganteng dan keren.
Agung juga sudah besar. Melihatnya
seperti melihat cermin ketika aku masih kelas tiga SD. Aku tahu perasaan dan
apa yang ia pikirkan saat ini. Untuk itu akan sepenuhnya aku berikan apapun
mimpi yang dulu pernah aku inginkan ketika seumur dengannya. Agar dia juga bisa
bernafas lega, mengejar imajinasi mimpinya.
Dan Rara, kini dia semakin
cantik. Walau nenekku mengatakan dia sangat bandel belakangan ini. Aku tidak
sabar untuk mengunjunginya, dengan sabar mendengarkan segala cerita tentang
sekolahnya, tentang temannya, tentang dirinya. Kau tahu? Anak perempuan begitu
banyak mimpi-mimpi indah. Bertemu pangeran, naik kuda putih. Lucu sekali.
Dan ketika aku mengakhiri tulisan
ini, aku telah sedikit lega. Setidaknya rasa rindu bisa kupendam sementara
waktu. Oiya, kami berempat semuanya bisa menggambar. Mulai dari coret-coret
dinding, melukis di buku gambar, mengambar sketsa wajah orang, dan menulis
komik. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku sadar kalau kami punya banyak kesamaan.
Satu poin penting, kami berempat
juga mempunyai satu kakak perempuan yang sangat cantik dan baik. Dialah yang
sampai saat ini terus menyokong kehidupan kami. Dan aku tidak ingin
menceritakan banyak tentangnya. Biarlah ia menjadi mutiara hening yang
tersimpan di cangkang Kristal. Aku takut akan banyak pria yang menanyakan perihal
kakakku. Makanya aku rahasiakan.
Terakhir, aku hanya ingin berbagi
kebahagiaan dan kasih sayang bersama mereka. Keluarga kami, anak dari Almh
Asnita Nurlaini, S.Pd dan Ir. Dahlan. Go Family!
terharu looh :')
ReplyDeletehihi.. jangan nangis di sembarang tempat siti.. ntar dikira orang aneh wkwkwk :-d
Deletesedihh ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-( ;-(
ReplyDeletegreat family and really touching story :')
ReplyDeleteikut bg ferhat ah ;-( ;-( ;-( ;-( ;-(
nama aslan gabungan kedua ortu *baru tau 8-)
ReplyDeleteiya kak :)
Deletedari mana tahunya? padahal diatas ga ada disinggung lah..
seediiiiih ;((
ReplyDelete#kasih tisu
Deleteoupss baru baca,
ReplyDeletesedih...!!
utk pertama n terakhir x liat ibu@ aslan pas dtg k rmh, cantik buangget...hehe
semoga si kecil rara bisa sperti ibu, cantik, baik, ramah buanget... :)
Oh, jadi tina pernah jumpa ibu aslan ya? :o
Deleteaamiin
Kk yg baik hati
ReplyDeleteSy terharu sembari merindukan adik saya juga ,, teringat sy sesekali enggan mengantarkannya beli sesuatu utk kperluan sekolahnya ,, :( air mata ini berlinang ,,
Klo nanti sy pulang, betapa bahagianya.
Aslan, yang pake baju merah siapa??
ReplyDeleteItu Adik aslan bang, namanya Rara. Foto dibawahnya dia udah pake jilbab
DeleteWah, terharu sekali ;-(
ReplyDelete