Header Ads

Anggap Saja Saya Turis! Bagian 1

Hari ini saya berjalan menelusuri kota Banda Aceh dengan berpura-pura sebagai turis. Menganggap kalau saya tidak tahu apa-apa dan terus melihat kekiri dan kekanan seperti anak kampung masuk kota.

Awalnya saya dan beberapa teman berencana mengikuti seminar informatika di auditorium FKIP Unsyiah. Namun seiring berjalannya waktu, mata saya semakin perih. Mungkin ini efek karena belum juga menggunakan kacamata, butuh proses yang sulit untuk benar-benar bisa melihat pemateri dan materinya dengan jelas. Juga karena berhubung materi yang disampaikan ternyata mengenai bio-informatika, sayapun akhirnya menyerah dan keluar dari ruangan auditorium. Sungguh saya agak kecewa.

Kemudian saya berjalan hingga sampai ke depan gedung AAC Dayan Dawood. Terlihat banyak papan bunga yang berjejer. Dari sejumlah papan yang saya lihat, saya bisa mengetahui kalau hari ini sedang dilaksanakan acara wisuda Universitas Muhammadiyah Banda Aceh.

Sebenarnya saya hendak pergi kesebuah toko fotocopy untuk mencetak laporan kerja praktek. Tiba-tiba sebuah Damri berhenti dipinggir jalan dan seketika keneknya keluar dari pintu dan berkata,”kota dek! Kota!”

Sudah lama saya tidak naik damri. Damri kini semakin langka dan saya sudah lama ingin sekali naik damri. Setiap menunggu di halte selalu saja tidak lewat. Semacam menunggu harapan palsu.

Tanpa menunggu lama saya pun mengangguk dan segera naik kedalam damri. Huah! Sudah lama sekali tidak naik. Saya adalah penumpang pertama yang naik. Damri masing kosong. Mengingat saya ingin meneliti mengenai sistem damri di Kota Banda Aceh, saya pun mulai menyiapkan stopwatch dan kertas untuk mencatat. Ketika saya naik tepat pukul 10.36 WIB.

Damri masih kosong
Pak Kenek mulai frustasi

Kemudian damri berhenti tidak jauh dari gerbang Unsyiah. Pak kenek memanggil-manggil mahasiswa yang lewat dan menawarkan perjalanan ke kota, “Kota! Kota! Berangkat dek!” Dia hanya dicuekin dan seperti tidak dianggap.

Saya pun melihat melalui jendela. Wah rata-rata mahasiswa sekarang sudah menggunakan motor. Pantas saja tidak ada yang mau naik damri lagi. Belum lagi sekarang harga motor sudah bisa dijangkau siapapun dengan sistem kredit. Cukup bawa uang panjar dan motor langsung bisa dibawa pulang.

Semua orang sudah punya motor pribadi. Parkir mobil banyak makan tempat

Frustasi, kenek dan supirnya pun mematikan mesin dan turun.

Saya memerhatikan sekitar. Jalan di sepanjang Darussalam ini pun sempit benar. Banyak sekali mobil yang parkir memakan bahu jalan begitu banyak. Kalau saya perhatikan, jalanan ini benar-benar tidak layak. Apalagi ada yang berlubang dan berpasir. Unsyiah kan Landmark Banda Aceh yang sering dikunjungi para petinggi daerah dan negara. Apa tidak malu dengan jalan yang masih sesempit ini? padahal saya melihat masih ada peluang untuk memperlebar jalan dengan mengurangi luas teras dari tiap-tiap toko.

Cukup lama saya menunggu sendiri. Selang beberapa menit kemudian naik seorang mahasiswi. Diikuti oleh supir dan kenek. Saya melihat jam tepat pukul 10.44 WIB. Ini berarti sudah delapan menit waktu yang tidak produktif. Dari jendela saya melihat sudah banyak labi-labi(angkot aceh) yang lewat. Saya pun hanya menghela nafas.

Saya melirik keadaan damri.  Wah, ternyata sudah ada tombol STOP.  Jadi, penumpang tidak perlu lagi memanggil-manggil supir untuk turun. Tinggal tekan saja. Dulu diawal saya naik, saya bingung gimana cara berhentinya. Akhirnya saya mengetuk-ngetuk langit damri sambil berteriak, “Pak saya turun disini!” semua orang pun melihat ketidakwajaran saya dengan tampang aneh. Begitu sampai di halte saya langsung melompat sebelum bis berhenti. Saya hampir saja terguling jatuh karena melompat dari satu benda bergerak dan mendarat di media yang tetap. Untung saja kaki saya tidak patah.

Anehnya, tombol STOP itu kok di atas pintu keluar damri ? bagaimana juga cara penumpang memencetnya? Saya tidak bisa membayangkan jika ada seorang ibu tua memencetnya, lalu karena tidak kuat memegang kursi akhirnya jatuh keluar pintu. Sangat berbahaya kan? Kenapa juga ditaruh disitu? Aduh damriku!

Tombol Stop diatas pintu. Gimana cara pencetnya?
Tombol STOP di atas pintu masuk. Eh, yang mana pintu masuk, yang mana pintu keluar?
Naik damri gak semeriah dulu. Paman saya dulu bilang, “Jangan ngaku mahasiswa kalau belum pernah naik Damri!” saat itu yang paling ngetren naik Dobur, sejenis bus tua yang kini bisa kamu lihat di belakang gedung AAC Dayan Dawood Unsyiah. Para mahasiswa berbondong-bondong naik, sampai damri penuh dan banyak yang berdiri. Sekarang, hanya ada dua penumpang. Sangat kontras.

Pukul 10.49 WIB damri baru saja melintasi jembatan lamnyong. Lima menit melintas dijalanan yang menurut saya sekitar 200 meter panjangnya. Mungkin kalau saya di luar dengan naik sepeda, mungkin saya akan lebih cepat.

Selama diperjalanan saya mencatat setiap menit ketika melintasi halte. Anehnya damri Aceh, bus tidak berhenti di halte, melainkan angkut mengangkut penumpang dimanapun ia suka. Miris men!

Berikut daftarnya:
Halte depan Café MU (Dekat fakultas ekonomi Serambi) : 10.56
Halte depan SDN 54 Lingke : 10.58
Halte depan BKKBN : 11.02
Halte depan Rumah Sakit : 11.05
Halte Simpang Jambotape : 11.09
Halte depan Lincom (Samping Bulog) : 11.12
Halte depan kantor Dinas Pendidikan : 11.13
Halte depan KFC : 11.14
Shinbun Sibreh : 11.17 (Ini tempat terakhir damri berhenti. Semua penumpang terpaksa turun)

Selama diperjalanan, entah berapa banyak labi-labi yang lewat. Damri ini sangat pelan. Sampai ada seorang ibu bertanya tentang rute damri, Pak Kenek hanya menjawab, “Itulah penumpang sudah sedikit sekarang. Di kota tidak ada damri yang standby. Damri lainnya sudah berangkat kearah Darussalam buk. Armada kami sekarang sudah sedikit. Sekarang damrinya hanya tinggal 6 unit."

Di Shinbun Sibreh, saya pun turun. Saya tidak tahu mau kemana. Naik damri pun tadi tidak ada rencana. Akhirnya saya pun masuk ke Mesjid Raya. Dalam hati saya menancapkan, “Anggap saja saya turis!”

6 comments:

  1. Ya, Aslan... robur namanya ga? :D

    Bedewe baru juga kk mau nanya ttg acara bio-teknologi itu, ternyata tak mengapa gagal ikut karena acaranya tak ssuai y diharapkan ya.. hhhiihhi.... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak Robur.. Padahal dulu ada dibilang juga. Cuma yang ingat Dobur terus. hehe

      Delete
  2. Bang supir di simpang mesra banting stir ya biar tambah mesra pegangannya, ha ha ha a
    memori jaman damri @500 :) :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh, berarti jaman dulu ada yang seperti itu yang bg? hoho :))

      Delete

Tinggalkan Pesanmu Di Sini ^^

Powered by Blogger.