Agung dan Tsunami
Sembilan tahun lalu, hari dimana
adikku ulang tahun yang pertama. Saat itu, aku di Langsa, dari jauh hari sudah
mengumpulkan uang untuk bisa membeli hadiah ulang tahun untuknya. Sebuah krincing
yang berwarna-warni. Aku kira itu akan sangat menyenangkan bagi seorang balita.
Jadilah aku menunggu kepulangannya bersama ibuku yang saat itu masih di Banda
Aceh untuk mengikuti penataran guru.
Karena belum genap satu tahun,
ibuku memutuskan untuk membawa Agung, adikku itu bersamanya. Ibuku memilih
tidak tinggal di hotel dan menginap di rumah adiknya, di daerah asrama keraton,
di belakang Barata(di depan Masjid Raya Baiturrahman). Seperti biasa, sebelum
jam setengah delapan ibuku sudah berangkat menuju hotel tempat penataran
berlangsung dan meninggalkan adikku bersama adik ibuku yang lain, yang saat itu
masih kuliah.
Tiba-tiba pukul delapan kurang,
gempa berkekuatan dahsyat, yang tidak pernah dirasakan sebelumnya, mengguncang
kota Banda Aceh. Saat itu, ibuku yang masih di tempat penataran, segera
berpikiran tidak enak. Mungkin ini insting keibuannya yang akhirnya memaksanya
untuk meninggalkan ruangan penataran, menghentikan becak, dan meluncur pulang
ke rumah. Ia ingat terus si Agung.
Aku saat itu sedang menonton film
Doraemon, film favorit sepanjang zaman, seluruh anak di dunia. Tiba-tiba bumi
bergetar tidak biasa. Televisi mati. Semua berhamburan keluar. Gempa! Saat itu
aku masih kelas satu smp. Gempa yang agak lama itu, tidak begitu mengusik
keliaranku. Aku malah mengambil sepeda dan berkeliling sambil bergetar-getar di
atas sepeda. Brbrbrbrbr...Rasanya gimana gitu.
Listrik padam beberapa jam. Setelah
hidup kembali, segera kami di hebohkan dengan berita di televisi. Banda Aceh
tenggelam?! Begitu banyak video amatir yang menayangkan kondisi Banda Aceh saat
itu. Ibu? Bagaimana dengan ibu? Segera ayahku mengambil ponsel dan menelepon
kesana, tapi nihil. Tidak ada sinyal. Begitulah informasi yang bermunculan di
televisi, memberitakan kondisi kota Banda Aceh yang sudah hancur sehancur
hancurnya.
Ibuku di sana, tiba di rumah
begitu gempa sudah reda. Segera ia peluk Agung dengan erat, meredamkan
tangisnya yang membahana. Selang beberapa menit, teriakan orang dimana-mana,
gemuruh air mengusik telinga. Ie laot ek! Ie laot ek! Semua berhamburan
kemana-mana. Suami adik ibuku, seorang tentara, langsung dengan sigap mengambil
barang-barang berharga dan mengevakuasi ibu dan beberapa anggota rumah lainnya
ke atas Makam Kandang, yang letaknya tidak jauh dari rumah dan bangunannya agak
tinggi. Beberapa orang lari kesitu dan sebagian lainnya memilih naik mobil Rioh
untuk pergi menghindari air.
Mulailah air hitam bergerak cepat
dari arah jalan Mohammad Jam, dari arah barat, melewati celah-celah rumah,
membawa material-material yang hitam pekat. Suara takbir dan istighfar
dimana-mana. Ibuku sudah beriktikad, bila air naik melewati lantai Makam
Kandang, ia akan menaruh agung di atas kuda-kuda agar selamat. Setidaknya itu
pilihan yang paling memungkinkan. Air semakin cepat mengalir dan semakin
tinggi, hampir menyamai lantai Makam Kandang.
Alhamdulillah, air hanya sebatas
itu dan tidak sampai melewati Makam Kandang. Segera setelah itu mereka semua di
evakuasi ke mata ie. Suami adik ibuku saat itu sungguh galau, karena
istrinya(adik ibuku) dan anaknya saat itu berada di Sabang. Isu bahwa Sabang
sudah tenggelam begitu menyakitkan. Tapi karena ia tentara dan sudah dididik
untuk kuat, saat itu sifat patriotnya muncul. Membantu siapapun yang bisa
dibantu dan bertawakal terhadap nasib istri dan anaknya. Alhamdulillah di
Sabang tidak begitu parah dan istri beserta anaknya selamat.
Dua hari berikutnya ibu dan
adikku pulang ke kota Langsa, membawa ragam cerita yang begitu menyedihkan bagi
siapapun yang mendengarnya. Ia menumpang bersama pengungsi lainnya. Tidak
membawa apapun, hanya dua potong baju beserta kain untuk menggendong Agung,
dengan uang setidak adanya, dan kondisi yang sama-sama memprihatinkan.
Dan adikku Agung, merayakan hari
ulang tahunnya dengan menyaksikan hantaman Tsunami, mayat-mayat bergelimpangan,
dan peristiwa-peristiwa lainnya yang sungguh menyedihkan. Aku, dan beberapa
orang yang melihatnya, merasakan bahwa ia suatu saat nanti akan menjadi orang
yang besar, tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Hanya perasaan itu muncul
setiap kali melihatnya. Di ulang tahun ketiganya, adikku Rara lahir. Di Ulang
tahun keempatnya, ibuku meninggal dunia. Begitu seterusnya di setiap ulang
tahunnya selalu ada peristiwa besar yang berdampak besar padanya. Semoga ia
besar dalam lindungan agama, dan membesarkan nama agama ini. Amin.
#9thTsunamiAceh & #10thHaulAgung
Semoga Agung menjadi laki-laki kuat dan orang yang hebat ketika dewasa kelak. :)
ReplyDeleteaaamiiin :)
DeleteUlang tahun ke 11, aslan nikah..
ReplyDeletepreet -_-
Deletemasih lama gw bang..
ya ya..
Deletegw ya.. itu maunya?