Lagi-Lagi FLP
Dear FLP Aceh
Terima kasih karena telah menerimaku hadir di antara orang-orang yang menulis, membaca dan bercerita di bawah namamu. Terima kasih telah setia berada di antara kami, yang bagaimanapun menjadi saksi atas jalinan keakraban, yang berpikir dan bekerja menyadang nama baikmu.
Setahun sudah aku di sini, mengamati dan mencoba mengerti tentang rasa peduli dan mengasihi mereka. Bercengkerama dan tertawa dengan nada keikhlasan, membuat mereka sepenuhnya kucemburui. Jujur, tanpa mereka mungkin kaupun tak begitu menarik untuk kukagumi. Layaknya organisasi biasa. Bekerja, berlelahan dan mengabdi untuk satu tujuan, agar semua bisa menulis.
Lewat tujuan itu, darah kami mengalir cepat di waktu waktu yang tidak biasa. Hati berdebar, setiap mendengar cerita yang sampai dari mulut-mulut yang berbeda. Masing-masing dari kami diam, menganalisis setiap interaksi yang terjadi, dan sesekali tersenyum bahagia.
Terima kasih, karena menjadikanku bagian dari sejarah yang kau ukir, bersama mereka.
11 Maret 2014,
Di dalam Singa Terbang, dari Aceh menuju Jakarta
TULISAN itu aku tulis ketika
tepat hari ulang tahun FLP Wilayah Aceh. Saat itu, aku sedang berada dalam
perjalanan menuju Jakarta karena berhasil memenangkan sebuah perlombaan bersama
rekan lainnya. Yang disedihkan, ketika aku tidak bisa ikut menempel dan
menggunting pada acara lomba mading untuk memperingati milad FLP Wilayah Aceh.
Ada banyak hal kenapa aktivitas
di FLP Aceh tidak selalu membosankan. Bahkan rasanya merugi ketika tidak ikut
serta dalam kegiatan-kegiatan yang ada. Dulu ketika baru pertama kali
bergabung, semangat 45 kerap kujunjung tinggi. Apapun, yang penting bisa ikut
nimbrung. Hingga terkadang jadwal kuliah pun lewat.
Masih kuingat ketika sering
menulis di warung kopi bersama Bang Doni dan Bang Nazri. Berdiskusi tentang
kepenulisan, ikut lomba-lomba blog, hingga berdebat tentang narasi dari kisah
Alien yang menguasai dunia. Namun, lambat laun waktu mengikis kedekatan.
Masing-masing dari mereka pergi untuk melanjutkan karir dan kehidupan.
Tidak hanya mereka, beberapa
orang yang termasuk semangat dalam hal menulis juga ikut pergi. Isra
melanjutkan studi ke luar negeri dan Dara menghilang setelah negara api menyerang.
Aku pun lebih menyibukkan diri menulis sendiri, hingga akhirnya mulai akrab
dengan Adit dan Bang Ferhat.
FLP terkadang bisa menjadi
inkubasi bagi pertemanan. Namun fakta tentang waktu yang bisa menjadi pemisah
itu ada benarnya. Pertemanan itu memilih aktor yang berbeda-beda dan menuntut
adaptasi yang baik. Bagi yang sanggup, maka akan bertahan di FLP. Dan bagi yang
tidak sanggup akan menarik diri. Makanya tidak heran jika kaderisasi di FLP
mengalami fluktuasi. Seleksi alam menjadi pemicu utama.
Dan bahkan aku juga tidak memungkiri suatu saat juga akan pergi dan digantikan dengan generasi baru yang lebih aktif di FLP. Seperti kami sekarang yang menggantikan kehebohan generasi Bang Ferhat dan Kak Eki.
Semangat menulis juga terbangun
dengan jalinan pertemanan ini. Terkadang karena saling bersaing, menyemangati,
akhirnya muncul pula tulisan. Bersyukur kalau bisa menjadi sebuah buku. Merasa
tertampar ketika tulisan tidak juga utuh, sedang teman yang lain sudah mulai
memeras ide baru.
Dan yang paling berkesan adalah
materi dari FLP Aceh itu sendiri. Beragam orang yang aku temukan disana. Perasaan
berbeda, hinggap dari setiap interaksi bersama mereka. Ada keseruan, kelucuan,
keunikan, keparahan, hingga keanehan. Tidak ada yang menyangkal bahwa cerita
yang ada sepenuhnya terbangun berkat komunikasi yang terjaga.
Sekali lagi, organisasi ini
berbeda. Mungkin karena berjalan di jalur passion yang sama sehingga kelelahan
tidak begitu terasa. Bahkan rela bersusah payah demi mendapatkan sebuah simpul
senyuman. Ketika di luar sana orang berpukul-pukulan demi sebuah jabatan, di
sini malah bertolak-tolakan. Ketika di luar sana bermarahan dengan sikap dan
perilaku yang tidak stabil, di sini malah memaafkan dan memaklumi segala yang
tidak disengaja. Berbeda? Jelas berbeda!
Dan terakhir, aku lagi-lagi harus
meninggalkan momen bersama teman-teman di FLP Aceh pada acara inaugurasi ini.
Alhamdulillah aku diizinkan untuk mengikuti sebuah pelatihan yang linear dengan
keilmuanku. Dan jadwal yang disediakan berbenturan di antara FLP dan pelatihan
ini. Dengan terpaksa, aku izin pergi lagi.
Semoga teman-teman yang akan
bergabung di FLP bisa merasakan apa yang aku rasakan. Setidaknya kalian paham
nanti bagaimana memaknai arti ‘kekeluargaan’ di sini, di FLP
Wilayah Aceh.
ooooooooooooohh ckckkck
ReplyDeleteApa oooh siti? -.-
DeleteHoreeee...ada namaku disebut. Aslan dapat hadiah payung cantiik, ambil di Tokok Istana Kado, trus abis itu jangan lupa bayar ya :D
ReplyDeleteItu bukan hadiah kak namanya, tapi beli sendiri -.-
DeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteSenang rasanya baca tulisan Aslan. :)
Hehe.. semoga berkenan kak untuk dibaca :D
Deletesemoga semakin produktif, Aslan.
ReplyDeleteMantap nih pasangan Aslan-Zurry untuk Muswil 2014 :)
;(( huahua hua syedih
ReplyDeleteSyedih kenapa dit?
DeleteUhuyyyy...
ReplyDeleteKenapa kak fida? hehe
DeleteTerharu bacanya, Aslan ...
ReplyDeleteAslan < < terpilih sebagai panitia paling baik hati di inaugurasi 2014
Hehe.. jangan nangis di sudut kamar ya bang Azhar
Delete