Kawan, Masihkah Ingin Berhenti Menulis?
Lalu tibalah segerombolan massa. Membanting, mencerca, dan memelintir tulisanku hingga tidak bernyawa. Saat itu aku membuka mata. Dan tersadarlah bahwa di sekelilingku ada tangan-tangan yang memegang jemariku, memiliki keinginan yang sama. Untuk menulis.
KAWAN, kau tahu kapan awal aku menulis?
Ketika aku tidak tahu lagi harus
mengadu kemana. Ketika lidah ini kelu tak lagi bersuara. Ketika sekelilingku
bagaikan kegelapan tak berujung. Yang ketika aku bercerita, segalanya tidak terjawab. Bahkan memantul pun
tidak. Lalu, aku menulis. Bukan untuk siapa-siapa. Tapi hanya untuk menenangkan
diriku. Itu saja.
Sebelum aku mengenal apapun, aku
menulis. Sebelum aku punya uang untuk bisa membeli dan membaca buku, aku
menulis. Aku tidak membacakannya kepada orang, begitu pun mereka tidak
membacanya dariku. Aku menyampaikan apa yang aku pikirkan. Bukan untuk menentang
Tuhan, tapi untuk menyampaikan apa yang Tuhan berikan kepadaku.
Gaya tulisan? Aku tidak punya.
Aku bahkan gembira ketika tulisan ku menjadi utuh. Berulang-ulang aku
membacanya, lalu aku terbitkan di blog pribadiku. Lalu orang-orang
menertawakanku, mengatakan bahwa aku seperti orang gila yang memiliki tulisan
gila dengan cerita gila. Ah, akupun mulai gila ketika aku tidak bisa membedakan
antara yang sadar dan yang gila.
Aku terus menulis. Mencoba
menginspirasi orang lain dengan sedikit inspirasi yang aku punya. Mulai membaca
dan membaca, agar tulisan yang aku miliki bisa terus berkembang. Aku terus
menulis. Agar pikiranku tidak sendiri, agar perasaanku mengalir, agar
orang-orang berpikir seperti apa yang aku pikirkan, agar aku tidak kesepian.
Lalu tibalah segerombolan massa.
Membanting, mencerca, dan memelintir tulisanku hingga tidak bernyawa. Saat itu
aku membuka mata. Dan tersadarlah bahwa di sekelilingku ada tangan-tangan yang
memegang jemariku, memiliki keinginan yang sama. Untuk menulis.
Hal itu terus berlangsung.
Sedikit demi sedikit nyawa yang pernah hilang mulai muncul kembali. Walau
sempat tidak mengenali diri, tertipu dengan gemerlap susunan kata yang indah. Dari
pemegang pena-pena yang dianggap hebat pada masanya.
Aku dan mereka bersama di garis
awal, berjalan menelusuri jalan ini, dengan gaya masing-masing. Mereka selalu
membuatku takjub dengan cara bertutur pada tulisan. Punya gaya sendiri, yang
membuat mereka kini memiliki identitas. Nyawaku pun mulai muncul, seiring
menyerap biasan warna yang juga mereka pancarkan.
Tidak perlu bersikap sempurna,
hanya harus meletakkan emosi pada rangkaian kalimat. Tak penting orang-orang
berdecak kagum dengan untaian makna memesona, hanya harus menancapkan karakter
pada apa yang mereka baca sekarang, yang memuat nama kita.
Hari ini aku menulis, karena
tulisan itu untukku, untuk temanku, dan untuk orang-orang yang mau membacanya. Hari
ini tulisanku dibaca, bukan untuk membuatku tinggi, ataupun gembira dengan
pembicaraan yang beraroma diriku. Hanya aku ingin menggenapkan tulisanku, agar
aku ada.
Kawan, masih ingin berhenti
menulis?
Selama dalam koridor kebaikan, lakukan. Ayoo Triple A punya proyek cc Adit dan Bang Aslan
ReplyDeleteBenar sekali Ai.. Ayo bang Ferhat dan Adit kita selesaikan naskah buku kita...
Deleteayo *pake emot lari*
DeleteMau copas adiet
ReplyDeleteTerharu kakak bacanya ;-( ;-( ;-( ;-(
Ya ampun, kak Ade lebayy...
DeleteIya nih, Aslan. Udah lama banget nggak menulis lagi ... Terima kasih, yaa ... :-)
ReplyDeleteIya bang sama-sama hehe :D
DeleteKok gitu gaya tulisannya? :-?
ReplyDeleteAku ngerasa sesuatu... Eh, oh ya! Tiba-tiba teringat tentang si debucatatan.blogspot.com. Wah, sudah lama juga aku tidak meneteskan aksara di sana. Lah, bagaimana bisa? Ya, bukan berarti pula aku sudah berhenti menulis. Justru di meja kerja, aku sibuk mengisi kanal-kanal berita. Ah, entah mengapa? Kini aku terbawa rindu akan patahan puisi jiwa yang berdarah, dan menyahut lantang teriak-teriakan nafas trotoar. Ayo kawan! Kita kembalikan debu jalanan kembali ke pangkuan sebenarnya. Sebab, masa telah jauh tertinggal, dan sekarang waktunya kita kipaskan belenggu lama menjadi pusat cahaya. Mari kawan! Lepaskan jerat di jiwamu, dan kita hadiahkan jarak ini dengan ukiran luapan, yang menghanyutkan ikatan terlebih rinduku pada kalian.
Setidaknya bisa dibaca sekali lagi. (p)
Jadi gimana lagi gaya tulisanya bang?
DeleteAyo update lagi blognya :D
Bebeberapa kali, dan beberapa kali pula ingin kembali menulis. Fuf!
ReplyDeleteAyo menulis kak :D
DeleteAyok semangat... Toh kita masih dalam koridor yang jelas tidak melanggar nilai yang kita anut.
ReplyDeleteIya kak.. sepakat! :D
DeleteMungkin ada orang yang menulis untuk mengatakan kata hatinya, maafkan saya kalau salah, karena saya menulis untuk mendengarkan kata hati.
ReplyDeleteIya Arif Abdurrahman.. memang kita menulis kan juga untuk mencurahkan kata hati :)
DeleteHasil inspirasi post diatas :
ReplyDeletehttp://raperslog.blogspot.com/ (c)
Alhamdulillah... segera meluncur ke TKP :-b
DeleteEm... ternyata kisah kita sama. Kak Syu nulis awalnya juga untuk curhat.
ReplyDeleteAlhamdulillah Kak Syu..
DeleteSaya sendiri tidak tahu mengapa awalnya menulis,, namun semakin di coba ternyata pahamlah saya,, ternyata menulis itu tidak mudah,, Namun karena tidak mudah itulah saya terus menulis apa yang saya tahu,,
ReplyDeleteSemakin mudah kita mendapatkan sesuatu maka semakin mudah kita akan kehilangan,,
Semakin sulit kita mendapatkan sesuatu maka semakin sulit juga kita untuk kehilanganya,,
Iya sepakat sekali Suhu Wow.. mari kita sama-sama belajar menulis :)
Delete